Adab dan Spirit Guru Qur’an

“Huruf-huruf Al-Qur’an tidak akan menembus hati murid, kecuali keluar dari hati yang hidup.”

Metode Yatlunah mengajarkan bahwa pengajaran Al-Qur’an tidak berhenti pada kefasihan lidah,
tetapi menembus hingga adab dan ruhani seorang guru.
Karena Al-Qur’an bukan sekadar bacaan yang dilafalkan,
melainkan amanah yang diturunkan untuk dibimbing dengan ilmu, kasih, dan keikhlasan.

A. Kedudukan Guru Qur’an

Rasulullah ﷺ bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
(HR. al-Bukhārī, no. 5027)

Hadits ini adalah dasar utama metode Yatlunah —
bahwa guru Qur’an menempati posisi mulia di sisi Allah karena mengajarkan kalam-Nya kepada umat.
Ia bukan hanya menyampaikan huruf, tetapi menyambung mata rantai kenabian.

📘 Dinisbatkan kepada ʿAbdullāh ibn al-Mubārak رحمه الله:

«لا أعلم بعد النبوة درجة أفضل من بث العلم»
“Aku tidak mengetahui kedudukan yang lebih mulia setelah kenabian selain menyebarkan ilmu.”

Ucapan ini disebutkan secara populer dalam literatur biografi seperti Tahdhīb al-Kamāl karya al-Mizzī,
namun tanpa sanad dan lafaz yang pasti dalam naskah primer,
sehingga dipahami sebagai ungkapan hikmah tentang keutamaan menyebarkan ilmu,
termasuk ilmu Al-Qur’an.

B. Adab Guru terhadap Al-Qur’an

1️⃣ Menjaga Niat dan Keikhlasan

“Barang siapa mengajarkan Al-Qur’an dengan niat mencari dunia, maka ia kehilangan keberkahan akhirat.”
— Diriwayatkan maknanya dari Sufyān ats-Tsaurī رحمه الله dalam Jāmi‘ Bayān al-‘Ilm wa Faḍlih (Ibnu ʿAbd al-Barr, 1/95).

Mengajar Al-Qur’an adalah ibadah, bukan profesi semata.
Guru Yatlunah memperbarui niat setiap kali membuka mushaf dan memulai pelajaran:
semata karena Allah, bukan karena pujian, status, atau keuntungan dunia.

2️⃣ Menjaga Kesucian dan Kebersihan

  • Berwudhu sebelum mengajar.

  • Memastikan ruangan dan mushaf dalam keadaan suci.

  • Tidak menyentuh mushaf kecuali dalam keadaan berwudhu (lihat: QS. al-Wāqi‘ah: 79).

Hal-hal lahiriah ini membantu guru menghadirkan adab batiniah — menghadirkan hati di hadapan firman Allah.

3️⃣ Membaca dengan Tartil dan Khusyuk

قال ابن الجزري:
“التَّرْتِيلُ هُوَ إِخْرَاجُ الْحُرُوفِ مِنْ مَخَارِجِهَا، مَعَ مُرَاعَاةِ الْوُقُوفِ وَالْمَدِّ وَالْخُشُوعِ.”
“Tartil ialah mengeluarkan huruf dari tempatnya, dengan memperhatikan waqaf, mad, dan kekhusyukan.”
(Al-Nashr fi al-Qirā’āt al-‘Ashr, 1/211)

Guru hendaknya membaca dengan tartil, tidak tergesa-gesa,
karena dari ketenangan lidah lahir ketenangan hati murid.

C. Adab Guru terhadap Murid

1️⃣ Mengajar dengan Rahmah

Guru melihat murid sebagai amanah, bukan beban.
Ia memperbaiki kesalahan dengan kasih dan doa, bukan dengan teguran keras.

قال ابن سيرين:
“من علّم القرآن ينبغي أن يكون كالأب في رفقه وصبره.”
“Orang yang mengajarkan Al-Qur’an hendaklah seperti seorang ayah dalam kelembutan dan kesabarannya.”
(Diriwayatkan oleh ad-Dārimī dalam Sunan-nya, 2/525).

2️⃣ Tidak Menghina Kesalahan Bacaan

Kesalahan murid bukan tanda kebodohan, melainkan tanda belum terbiasa.
Guru memperbaiki dengan contoh, bukan kemarahan.

3️⃣ Menjadi Teladan dalam Adab dan Perilaku

Murid meniru guru bukan hanya dalam suara,
tetapi juga dalam wajah, gerak, dan tutur.
Maka setiap guru Qur’an harus menjadi cermin ketenangan, kebersihan hati, dan kesopanan.

D. Kebiasaan Harian Guru Qur’an (Adab Praktis)

  1. Membuka pelajaran dengan doa:
    اللهم علمنا ما ينفعنا، وانفعنا بما علمتنا، وزدنا علمًا نافعًا.
    (Ya Allah, ajarkan kami ilmu yang bermanfaat, dan bermanfaatkan kami dengan ilmu yang Engkau ajarkan, dan tambahkanlah ilmu yang bermanfaat.)
    — Diriwayatkan dari doa Nabi ﷺ dan diperbanyak oleh para ulama seperti Imam Nawawi.

  2. Mendengarkan bacaan murid dengan sabar.
    Tidak memotong, memberi waktu murid menyelesaikan lafaznya.

  3. Mengakhiri dengan doa dan pujian:
    جزاكم الله خيرًا، بارك الله فيكم، زادكم الله حبًّا للقرآن.

  4. Tilawah pribadi harian.
    Guru Qur’an wajib menjaga bacaan pribadinya, agar selalu menjadi teladan hidup bagi murid.

F. Doa untuk Guru Qur’an

اللهم اجعلنا من أهل القرآن الذين هم أهلك وخاصتك،
واجعل تعليمنا له خالصًا لوجهك، نافعًا لعبادك، مباركًا في الأرض والسماء.

“Ya Allah, jadikan kami termasuk Ahlul Qur’an — orang-orang pilihan-Mu;
jadikan pengajaran kami ikhlas karena-Mu, bermanfaat bagi hamba-hamba-Mu, dan diberkahi di langit dan bumi.”

“Guru Qur’an adalah lentera yang menyalakan cahaya di dada manusia.”

Karena itu, guru Yatlunah hendaknya mengajar dengan ilmu di lidah, adab di hati, dan cinta di wajah.
Sebab Al-Qur’an tidak akan hidup di lisan yang tergesa,
tetapi di hati yang penuh adab.

﴿وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
(QS. Al-Muzzammil: 4)

Sudah memahami adab dan spirit guru Qur'an?
Lanjutkan ke bagian berikutnya:
🔗[Sumber Daya dan Dukungan Guru Yatlunah →]

🔗[Panduan Yatlunah]