Dari Fasih ke Tartil: Perjalanan Guru Qur’an Menuju Pengajaran yang Benar

Perjalanan guru Qur’an dimulai dari kefasihan menuju tartil — mengajarkan huruf dari makhrajnya, memahami tajwidnya, dan menumbuhkan ketenangan dalam bacaan Al-Qur’an.

ARTIKEL EDUKATIF

Ust. Cecep Mulya Berliana | Ruang Hijaiyyah

10/13/20252 min read

arabic calligraphy on the ceiling of a building
arabic calligraphy on the ceiling of a building

Menjadi guru Al-Qur’an bukan hanya mengajarkan bagaimana huruf dibaca, tetapi bagaimana huruf itu dihidupkan dengan benar.
Fasih dalam melafalkan huruf adalah awal yang penting — tetapi perjalanan sejati guru Qur’an tidak berhenti di sana. Ia harus terus melangkah hingga mencapai tartil, sebagaimana yang Allah perintahkan dalam firman-Nya:

(وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا)


“Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil.” (QS. Al-Muzzammil: 4)

1. Fasih: Pondasi Awal Seorang Guru Qur’an

Kefasihan (fasāhah) berarti mengeluarkan setiap huruf dari makhrajnya dengan jelas dan menunaikan sifat-sifatnya dengan benar.
Inilah tahap pertama seorang guru Qur’an — memastikan lidahnya terlatih, pendengarannya peka, dan bacaannya bersih dari kesalahan dasar.

Namun, fasih saja belum cukup. Karena bacaan yang fasih tanpa penghayatan sering kehilangan ruh tartil yang menenangkan hati dan menuntun murid pada makna.

2. Tartil: Menyempurnakan Bacaan dengan Hati

Tartil bukan hanya keindahan suara, tapi keteraturan, ketenangan, dan keikhlasan dalam membaca.
Imam Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه berkata:

“Tartil adalah mentajwidkan huruf-hurufnya dan mengetahui tempat berhenti serta memulai.”

Maka, seorang guru Qur’an sejati bukan hanya melatih muridnya agar “lancar membaca,” tetapi mengajak mereka membaca dengan benar, sadar, dan tenang.

3. Perjalanan Guru: Dari Pengucapan ke Pemahaman

Guru Qur’an harus menempuh perjalanan yang seimbang antara ilmu dan amal:

  • Ia belajar makhraj dan sifat huruf agar bacaan benar.

  • Ia memperdalam tajwid agar irama dan hukum bacaan teratur.

  • Ia menumbuhkan tartil agar bacaan menjadi ibadah yang menenangkan hati.

Setiap kali guru memperbaiki bacaannya, sejatinya ia sedang memperbaiki hati muridnya — karena Al-Qur’an diajarkan bukan hanya dengan lisan, tapi dengan keteladanan.

4. Dari Fasih ke Tartil: Inti Metode Ruang Hijaiyyah

Program Ruang Hijaiyyah disusun agar para guru mengalami perjalanan ini secara bertahap:

  1. Fasih: Menguasai makhraj dan sifat huruf.

  2. Tajwid: Mengetahui hukum dan kaidah bacaan.

  3. Tartil: Membaca dengan tenang, sadar, dan penuh penghayatan.

Melalui buku Yatlunah, guru diarahkan untuk tidak hanya melatih bacaan murid, tetapi menularkan kefasihan dan ketenangan Qur’ani dalam setiap proses belajar.

Penutup

Fasih adalah permulaan. Tartil adalah puncak.
Dan di antara keduanya, ada perjalanan panjang seorang guru Qur’an yang senantiasa memperbaiki diri — karena ia sadar, mengajar Al-Qur’an berarti menuntun jiwa, bukan sekadar lidah.

“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
(HR. al-Bukhari)

✍️ Ruang Hijaiyyah
Pusat Pembelajaran Huruf Hijaiyyah dan Tartil Al-Qur’an