Menjadi Guru Qur’an yang Mengajarkan dengan Ilmu

"Belajar Al-Qur’an itu bukan sekadar cepat bisa membaca, tapi benar dalam membaca."

Kalimat inilah yang menjadi kunci pertama dalam pendekatan Yatlunah.
Yatlunah meyakini bahwa tugas utama seorang guru Al-Qur’an bukan hanya membuat murid bisa membaca, tetapi memastikan mereka membaca dengan benar, fasih, dan sesuai kaidah yang diwariskan para ulama tajwid.

Makna Mengajar dengan Ilmu

Allah Ta‘ala berfirman:

﴿وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
“Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” (QS. Al-Muzzammil: 4)

Ayat ini bukan hanya perintah untuk membaca perlahan, tetapi juga untuk membaca dengan aturan tajwid dan makhraj yang tepat.
Karena itu, seorang guru Qur’an harus menguasai ilmu yang menjadi dasar dari tartil, yaitu ilmu tajwid.

Rasulullah ﷺ bersabda:

«خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ»
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
(HR. al-Bukhārī)

Hadits ini menunjukkan bahwa mengajar Al-Qur’an termasuk amal terbaik, namun hanya jika dilakukan dengan ilmu. Sebab, bagaimana mungkin seseorang mengajarkan sesuatu yang belum ia kuasai dengan benar?

Mengajar dengan Ilmu Berarti:

  1. Memahami cara yang benar sebelum mengajarkan.
    Seorang guru Yatlunah memahami tempat keluarnya huruf (makhraj) dan sifat-sifatnya sebelum mengajarkan bentuk huruf kepada murid.

  2. Memperhatikan ketepatan bacaan, bukan hanya kelancaran.
    Cepat tidak selalu benar. Guru Yatlunah menanamkan kefasihan lebih dahulu, baru kelancaran.

  3. Menyampaikan dengan adab.
    Guru Al-Qur’an tidak hanya menirukan suara, tapi juga menanamkan rasa hormat terhadap kalamullah.

Kata Ulama:

Imam Ibnul Jazari رحمه الله berkata dalam Matan al-Jazariyyah:

وَلَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ تَرْكِهِ
إِلَّا رِيَاضَةُ امْرِئٍ بِفَكِّهِ

“Tidak ada perbedaan antara orang yang membaca Al-Qur’an dengan benar dan yang meninggalkannya, kecuali dengan melatih mulutnya.”

Maknanya, bacaan yang benar lahir dari latihan yang ilmiah dan sadar makhraj.
Karena itu, seorang guru Yatlunah harus menjadi teladan — suara pertama yang didengar murid haruslah suara yang benar.

Kesadaran Baru untuk Guru Qur’an

Yatlunah mengajak setiap guru untuk berhenti sejenak dari rutinitas mengajar dan bertanya dalam hati:

“Apakah bacaan yang saya ajarkan sudah benar menurut makhraj dan sifat huruf?”
“Apakah murid saya meniru bacaan yang fasih, atau sekadar meniru suara saya yang belum tepat?”

Dari pertanyaan inilah muncul kesadaran baru — bahwa mengajar Al-Qur’an adalah amanah besar yang memerlukan ketelitian dan pembimbingan yang benar.

Langkah Awal yang Disarankan untuk Guru:

  1. Perbaiki bacaan pribadi terlebih dahulu.
    Ikuti halaqah tahsin atau pelatihan Yatlunah untuk guru.

  2. Pelajari makharijul huruf dan sifatnya dengan praktik.
    Dengarkan contoh bacaan mu’allim bersanad (seperti Syaikh Al-Husary).

  3. Biasakan mengajar dengan mendengar dan menirukan, bukan sekadar menunjuk huruf.

  4. Tanamkan adab dan semangat ruhani sebelum pelajaran dimulai.

Menjadi guru Qur’an yang mengajarkan dengan ilmu bukan perkara sepele.
Ia membutuhkan kesungguhan, kesabaran, dan cinta kepada Al-Qur’an.
Namun dari sinilah lahir murid-murid yang bukan hanya bisa membaca, tapi mencintai bacaan yang benar dan menjadikannya jalan menuju kemuliaan.

🔗[Bagian Kedua Prinsip Yatlunah]

🔗[Panduan Yatlunah]


📌 “Ingin menjadi guru Qur’an yang mengajar dengan ilmu?
Ikuti Pelatihan Guru Yatlunah dan pelajari langkah demi langkah pembinaan kefasihan Qur’an.”
🔗[Daftar Pelatihan Guru]