Peran dan Kompetensi Guru Yatlunah
“Seorang guru Qur’an bukan hanya mengajar cara membaca, tetapi menjadi cermin dari bacaan yang benar.”
Dalam metode Yatlunah, guru adalah pilar utama.
Dari lisan gurulah murid meniru suara huruf, dan dari sikap gurulah murid belajar adab terhadap Al-Qur’an.
Karena itu, Yatlunah menempatkan peran guru bukan sekadar pengajar teknis, tetapi pembimbing kefasihan dan keteladanan ruhani.
Makna “Guru Qur’an” dalam Pandangan Yatlunah
Rasulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
(HR. al-Bukhārī)
Hadits ini menunjukkan dua kedudukan besar:
Belajar Al-Qur’an dengan benar.
Mengajarkannya dengan benar.
Seorang guru Qur’an dalam metode Yatlunah berarti seseorang yang:
Sudah belajar Al-Qur’an dengan tartil, bukan sekadar lancar.
Lalu mengajarkannya dengan kaidah, bukan sekadar suara.
Guru Qur’an bukan sekadar membimbing anak mengeja huruf, tapi menyalurkan warisan bacaan Rasulullah ﷺ yang sanadnya bersambung melalui para qurrā’ dan ulama tajwid.
A. Peran Utama Guru Yatlunah
1️⃣ Teladan Bacaan (Uswah Tilāwah)
Guru menjadi sumber pertama suara yang ditiru murid.
Maka setiap guru Yatlunah wajib berusaha agar bacaan lidahnya benar sebelum ia menuntun lidah murid.
Imam Ibnul Jazari berkata:
«مَنْ لَمْ يُصِبِ الْقِرَاءَةَ بِالتَّلَقِّي، فَقَدْ أَخْطَأَ الطَّرِيقَ»
“Barang siapa tidak memperbaiki bacaan melalui talaqqi (berguru), maka ia telah salah jalan.”
— An-Nasyr fi al-Qirā’āt al-‘Asyr, 1/10
Makna: Seorang guru harus lebih dulu belajar secara talaqqi agar lidahnya terbiasa dengan bacaan yang benar.
2️⃣ Pembimbing Kefasihan (Murabbi at-Talqīn)
Guru tidak hanya menunjukkan huruf, tapi melatih murid menirukan makhraj dan sifatnya.
Yatlunah menuntun guru agar mengajar dengan tiga langkah:
Perdengarkan dengan benar.
Perhatikan pergerakan mulut murid.
Perbaiki dengan sabar dan berulang.
Contoh:
Jika murid membaca “حَمْدُ” menjadi “هَمْدُ”, guru tidak hanya mengatakan “salah”, tapi menunjukkan perbedaan antara ح dan هـ dari tenggorokan yang berbeda tempatnya
3️⃣ Penanam Adab Qur’ani (Muaddib)
Guru Yatlunah menanamkan adab sebelum huruf.
Sebelum murid membaca, guru mengajarkan:
Duduk dengan tenang,
Berniat dengan ikhlas,
Mengucap basmalah dengan tartil,
Menjaga kebersihan dan kesopanan.
Karena Al-Qur’an tidak hanya dibaca dengan lidah, tapi dengan hati dan akhlak.
B. Prinsip Keteladanan Guru Qur’an
“Bacaan murid akan seindah bacaan gurunya,
dan adab murid akan seindah kesantunan gurunya.”
Oleh karena itu, setiap guru Yatlunah hendaknya:
Menjadi teladan dalam bacaan dan perilaku,
Menjadi tempat rujukan yang menenangkan bagi murid,
Menjaga lisannya dari bacaan yang tergesa,
Menjaga pandangannya dari hal sia-sia,
Menjadikan mengajar Al-Qur’an sebagai jalan menuju ridha Allah.
C. Spirit Guru Yatlunah: Mengajar dengan Hikmah dan Sabar
Guru Yatlunah tidak tergesa-gesa memindahkan halaman,
tetapi sabar dalam membentuk kefasihan.
Sebab Yatlunah percaya bahwa:
“Satu huruf yang diajarkan dengan benar lebih berharga daripada seratus halaman yang dibaca tergesa.”
Mengajar Al-Qur’an bukanlah lomba cepat,
melainkan perjalanan hati menuju kefasihan yang diridhai Allah.
Menjadi guru Yatlunah berarti menjadi bagian dari mata rantai keilmuan Al-Qur’an yang bersambung dari Rasulullah ﷺ hingga hari ini.
Guru bukan hanya pengajar, tapi pewaris amanah suci.
﴿إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ﴾
“Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami-lah yang menjaganya.”
(QS. Al-Ḥijr: 9)
Dan di antara cara Allah menjaganya adalah melalui guru-guru yang mengajarkannya dengan benar.
Siap menjadi guru Qur’an yang menjadi teladan bacaan dan adab?
Lanjutkan ke bagian berikutnya:
🔗[Struktur dan Tahapan Pembelajaran Yatlunah →]
🔗[Panduan Yatlunah→]




Ruang Hijaiyyah
© Copyright 2025, All Rights Reserved